Laporan Praktikum Kinematika Reaksi Dekomposisi H2o2
KINEMATIKA REAKSI DEKOMPOSISI H2O2
I. Latar belakang
Reaksi hidrogen peroksida dengan kalium iodida dalam suasana asam(dan dengan adanya natrium triosulfat) akan membebaskan iodida yang berasal dari kalium iodida. Kecepatan reaksi ini sangat tergantung kepada peroksida, kalium, idodida dan asamnya. Bila reaksi ini merupakan reaksi irreversibel(karena adanya natrium triosulfat) yang akan berubah iodium bebas menjadi asam iodida kembali, kecepatan reaksi yang terjadi besarnya menyerupai pada pembentukannya, hingga konsentrasi terakhri tak berubah.
Kinetimatika kimia menjelaskan bagaimana laju reaksi bergantung pada konsentrasi reaktan dan mengetahui mekanisme suatu rekasi yang diperoleh dari suatu eksperimen. Kecepatan reaksi bergantung pada banyak faktor. Konsentrasi reaktan memainkan tugas penting dalam mempercepat atau memperlambat reaksi tertentu. Sebagaimana akan banyak reaksi yang sangat peka terhadap suhu, sehingga pengendalian suhu sangat penting untuk pengukuran kuantitatif dalam kinetika kimia. Akhirnya, bentuk fisik reaktan juga berperan penting dalam laju yang diamati. Sebuah paku besi sangat lambat teroksidasi menjadi besi oksida di udara kering, tetapi serat baja gampang sekali terbakar terutama lantaran adanya oksigen. Kajian kuantitatif atas reaksi heterogen(yang melibatkan dua fasa atau lebih, menyerupai antara solid dan gas) memang sulit, sehingga kita mulai dengan reaksi homogen(yang seluruhnya berlangsung dalam fasa gas atau larutan). Karena kaitannya begitu erat dengan insiden sehari-hari maka dilakukanlah percobaan ini biar mengetahui penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
II. Tujuan Percobaan
2.1 Untuk memilih harga-harga konstanta kecepatan reaksi dekomposisi H2O2 dengan katalis FeCl3 pada suhu tertentu(T1 dan T2)
2.2 Untuk memilih energi acara reaksi dekomposisi H2O2
III. Dasar Teori
Reaksi kimia yaitu proses berubahnya pereaksi menjadi hasil reaksi. Proses itu ada yang lambat dan ada yang cepat. Contohnya bensin terbakar lebih cepat dibandingkan dengan minyak tanah. Ada reaksi yang berlangsung cepat, menyerupai mengkremasi dinamit yang menghasilkan ledakan, dan yang sangat lambat yaitu proses berkaratnya besi. Pembahasan wacana kecepatan(laju reaksi) disebut kinetika kimia. Dalam kinetika kimia ini dikemukakan dengan cara memilih laju reaksi dan faktor apa yang mempengaruhinya(Syukri,1999).
Kinetika reaksi esterifikasi sanggup ditentukan berdasarkan teori pseudo-homogen, yaitu dengan perkiraan tidak adaya difusi intra-partikel. Kecepatan pengadukan yang cukup tinggi bisa mengatasi tahanan difusi. Umumnya reaksi padat-cair dimodelkan dengan memakai pendekatan heterogen atau pseudo-homogen. Reaksi transerterifikasi dengan katalis padat sanggup didekati dengan model reaksi pseudo-homogen, lantaran tahanan perpindahan massa eksternal dan difusi internal katalis sanggup diabaikan(Nugrahani dkk,2013).
Saponifikasi merupakan proses hidrolisis basa terhadap lemak dan minyak, dan reaksi saponifikasi bukan merupakan rekasi kesetimbangan. Hasil mula-mula dari penyabunan yaitu karboksilat lantaran campurannya bersifat basa. Setelah adonan diasamkan, karboksilat menjelma asam karboksilat(Naomi dkk,2013).
Dalam reaksi unimolekuler, hanya ada satu reaksi yang terlibat dalam perubahan kimia. Contoh dari reaksi ini yaitu disoasi bromin pada suhu tinggi, penataan ulang dari asam maleat pada dikala pemanasan, dan disentragasi radioaktif. Dalam rekasi biomolekul dan molekul yang harus terbentuk koloid sebelum terjadinya reaksi. Molekularitas reaksi didefinisikan sebagai jumlah molekul reaktan yang harus tolong-menolong sebelum terjadinya reaksi. Dari pertimbangan dalam stabilitas kimia farmasi harus relevan untuk mengetahui urutan reaksi yang diperoleh secara eksperimental dengan mengukur laju reaksi sebagai fungsi dari konsentrasi obat yang rendah(Parrot,1970).
Tujuan dari mempelajari laju reaksi yaitu untuk sanggup memprediksi laju suatu reaksi. Hal tersebut sanggup dilakukan dengan hitungan matematis melalui aturan laju, sebagai rujukan pada reaksi :
aA + bB <-----> cC + dD ..........(1)
dimana A dan B yaitu pereaksi, C dan D yaitu produk sedangkan a,b,c,d yaitu koefisien penyetaraan reaksi, maka aturan lajunya sanggup dituliskan sebagai berikut berdasarkan Keenan(1984) : Laju reaksi = k[A]m[B]n ..........(2)
k = tetapan laju, dipengaruhi suhu dan katalis(jika ada)
m = orde(tingkat) reaksi terhadap pereaksi A
n = orde(tingkat) reaksi terhadap pereaksi B
[A][B] = konsentrasi dalam molaritas
Umumnya hidrogen peroksida dipakai dengan memanfaatkan dan merekayasa reaksi dekomposisinya, yang pada dasarnya menghasilkan oksigen. Pada tahap produksi hidrogen peroksida, materi stabilizer kimia biasanya ditambahkan dengan maksud untuk menghambat laju de komposisinya. Termasuk dekomposisi yang terjadi selama produk hidrogen peroksida dalam penyimpanan. Selain menghasilkan oksigen, reaksi dekomposisi hidrogen peroksida juga menghasilkan air(H2O) dan panas. Reaksi dekomposisi eksotermis yang terjadi yaitu sebagai berikut :
H2O2 <-----> H2O + 1/2 O2 ..........(3)
keunggulan hidrogen peroksida dibandingkan dengan oksidator yang lain yaitu sifatnya yang ramah lingkungan lantaran tidak meninggalkan residu yang berbahaya. Kekuatan oksidatornya pun sanggup diatur sesuai dengan kebutuhan. Sebagai rujukan dalam industri pulp dan kertas, penggunaan hidrogen peroksida biasanya dikombinasikan dengan NaOH atau soda api. Semakin basa, maka laju dekomposisi hidrogen peroksida pun makin tinggi(Atkins,1989).
Dalam sistem tertutup, laju reaksi kimia didefinisikan secara sederhana sebagai laju perubahan konsentrasi reaktan dan produk dalam satuan waktu. Konsentrasi diberikan dalam jumlah unit tertentu tiap satuan volume(Triyono,1998).
Langkah yang memilih kinetika reaksi yaitu gabungan perpindahan massa dan reaksi kimia. Menetapkan reaksi kimia merupakan langkah yang menentukan. Hal ini disebabkan pengadukan memakai pengaduk mekanis sehingga tahanan perpindahan massa sanggup dianggap tidak ada atau diabaikan(Sulistyo dkk,2010).
Orde reaksi berkaitan dengan pangkat dalam aturan laju reaksi, reaksi yang berlangsung dengan konstan, tidak bergantung pada konsentrasi pereaksi disebut orde reaksi nol. Reaksi orde pertama lebih sering menampakkan konsentrasi tunggal dalam aturan laju dan konsentrasi tersebut berpangkat satu. Rumusan yang paling umum dari aturan laju reaksi orde dua yaitu konsentrasi tunggal berpangkat dua atau dua konsentrasi masing-masing berpangkat satu. Salah satu metode penentuan orde reaksi memerlukan pengukuran laju reaksi awal dari sederet percobaan. Metode kedua membutuhkan pemetaan yang sempurna dari fungsi konsentrasi pereaksi terhadap waktu. Untuk mendapat grafik garis lurus(Bird,1993).
IV. Hipotesis
4.1 Harga dari kecepatan reaksi dekomposisi H2O2 dengan katalis FeCl3 pada suhu tertentu(T1 dan T2). Pada dikala suhu T1(suhu rendah) akan mempunyai kecepatan reaksi yang lebih lambat dari pada dikala T2(suhu tinggi) lantaran pada kisaran suhu 20-100°C kenaikkan temperatur akan menimbulkan laju reaksi semakin cepat
4.2 Pada percobaan dekomposisi H2O2 dengan katalis FeCl3 kemungkinan yang terjadi yaitu terjadinya reaksi antara H2O2 dengan katalis FeCl3 yang akan menghasilkan O2, sehingga volume akuades akan menjadi turun. Ketika katalis ditambahkan pada H2O2 maka akan terjadi perubahan pada laju reaksi yang semakin menjadi cepat, sehingga perubahan laju reaksi ini sanggup dipakai untuk memilih energi aktivitasi.
V. Metodologi Percobaan
5.1 Alat dan Bahan
a. Tabung reaksi (2 buah)
b. Selang berkaret epilog 75 cm (1 buah)
c. Selang kecil 75 cm (1 buah)
d. Buret (1 buah)
e. Stopwatch digital (1 buah)
f. Gelas ukur (1 buah)
g. Corong beling (1 buah)
h. Bunsen (1 buah)
i. Termometer (1 buah)
j. Penjepit kayu (1 buah)
k. Statif (1 buah)
m. H2O2 0,4 M (10 ml)
o. Akuades (10 ml)
p. Batu didih (3 buah)
q. Metilen biru (3 tetes)
r. Potongan kentang mentah (0,5x0,5x0,5)cm (3 buah)
5.2 Gambar Alat
VI. Prosedur Kerja
6.1 Biokatalis pada dekomposisi H2O210 ml akuades dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan diberi 3 tetes metilen biru. Pada tabung reaksi satunya diberi 20 ml H2O2 dan diberi potongan kentang 3 buah. Kedua tabung reaksi dihubungkan dengan selang berpenutup karet, cuilan sambungannya ditutup dengan aluminium foil biar udara tidak keluar dari tabung. Reaksi diamati hingga 30 menit dan dicatat perubahannya
6.2 Dekomposisi dengan katalis
Alat percobaan dirangkai menyerupai gambar 1. Akuades dimasukkan ke dalam buret dan diatur ketinggiannya biar sama antara buret besar dengan buret kecil. 20 ml H2O2 dicampur dengan 10 ml FeCl3 dan 3 kerikil didih. Campuran dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Tabung reaksi dihubungkan dengan buret memakai selang berkaret setiap 1 menit dihitung perubahan volume buret yang terjadi(volume O2 yang terbentuk). Percobaan dilakukan 10 kali(ketika tabung reaksi dilepas dan selang buret ditutup). Suhu awal dihitung(T1). Percobaan tadi diulang dengan tabung reaksi yang dipanaskan hingga T2(suhu tertentu). Dijaga biar T2 tetap pada tiap percobaan dan pencatatan data percobaan(10 kali).
VII. Data dan Analisa
7.1 Data Percobaan
7.2 Analisa Data
Pada percobaan biokatalis pada dekomposisi H2O2 didapatkan adanya gelembung-gelembung. Gelembung ini mengatakan aktifnya enzim katalase yang terdapat pada ekstrak yang telah dibuat. Enzim katalase ini sanggup menguraikan senyawa hidrogen peroksida(H2O2) yang tidak baik bagi badan menjadi air dan oksigen yang sama sekali tidak berbahaya bagi tubuh. Pada menit ke 4 gelembung awal mulai muncul dan semakin banyak hingga menit ke 8. Menit ke 10 hingga menit ke 14 akuades dengan metilen biru berubah warna menjadi biru pekat akhir dari aktifitas enzim katalase. Reaksi tersebut menciptakan kentang menjadi mengembang pada menit ke 60 dan jadinya reaksi berhenti(gelembung tidak terlihat lagi).
Pada percobaan dekomposisi H2O2 dengan katalis FeCl3 tanpa pemanas didapatkan data yang sama dari menit ke 1 hingga menit ke 10 dan tidak terjadi perubahan warna yatu warnanya tetap orange muda. Sehingga bentuk grafik yang didapatkan yaitu menyerupai gambar di bawah ini :
Percobaan selanjutnya yaitu dekomposisi H2O2 dengan katalis FeCl3 dengan pemanas(75°C) didapatkan percobaan volume diburet sebesar 1 ml(10 ke 9), dengan tanpa adanya perubahan warna. Berikut ini yaitu grafiknya :
Hasil dari nilai k1 dan k2 diatas sanggup pribadi diplot ke dalam grafik sehingga sanggup memilih energi aktivitasinya. Berikut yaitu grafiknya :
dari data grafik kekerabatan antara ln k dengan 1/T didapatkan nilai energi aktivasi sebesar 0,0907 J. Dari grafik 1 sudah terang mengatakan besarnya energi aktivasi dari kedua percobaan dari sebelum dipanaskan dan sesudah dipanaskan. Hal ini juga mengatakan kebenaran dari hipotesis awal, bahwa pada suhu rendah kecepatan reaksi menjadi lebih lambat daripada suhu tinggi lantaran kenaikkan temperatur menimbulkan laju reaksi semakin cepat. Hipotesis ke 2 juga terbukti benar bahwa reaksi antara H2O2 dengan katalis FeCl3 menghasilkan O2, yang menimbulkan volume akuades menjadi menurun. Penambahan katalis pada H2O2 mengakibatkan perubahan pada laju reaksi yang menjadi semakin cepat, sehingga perubahan laju reaksi ini sanggup dipakai untuk memilih energi aktivitasi.
VIII. Kesimpulan
8.1 Nilai dari konstanta kecepatan reaksi dekomposisi H2O2 dengan katalis FeCl3 :
a. Suhu 31°C ; k1 = 1
b. suhu 75°C ; k2 = 0,99963
8.2 Energi aktivasi pada reaksi dekomposisi H2O2 sebesar 0,0907 J
IX. Daftar Pustaka
Atkins, Phraw.1989. Kimia Fisika. Jakarta : Erlangga.
Bird, Toni.1993. Kimia Fisika Untuk Universitas. Bandung : ITB.
Keenan, Charles W.1984. Kimia Untuk Universitas Jilid I. Jakarta : Erlangga.
Naomi, P ; A.M.L Gaol ; M.Y. Toha.2013. Pembuatan Sabun Lunak dari Minyak Goreng Bekas ditinjau dari Kinetika Reaksi Kimia. Jurnal Teknik Kimia. Vol 19(2) : 44.
Nugrahani, R ; F.E.Firdaus ; Y.Widyawati.2013.Kinetika Reaksi Hidroksilasi Epoksi Minyak Jarak Pagar Menggunakan Katalis Bentonit. Jurnal Teknik Kimia. Vol 11(5) : 258.
Parrot, Eugene L.1970. Teknologi Farmasi. Jakarta : Erlangga.
Sulistyo, H ; M.Fadjri ; Nuryoto.2010. Kinetika Reaksi Oksidasi Katalitik Fero Sulfat dari Limbah Besi dalam Reaktor Luluhan. Reaktor. Vol 13(2) : 71.
Syukri, Setiawan.1920. Kimia Dasar. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Triyono.1998. Buku Ajar Kinetika Kimia. Yogyakarta : UGM.
X. Bagian Pengesahan
-
XI. Lampiran
Belum ada Komentar untuk "Laporan Praktikum Kinematika Reaksi Dekomposisi H2o2"
Posting Komentar